Senin, 22 Oktober 2012

PEREKONOMIAN KERAKYATAN


BAB 1
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat.Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat local dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat local dalam mengelola lingkungan dan tanah mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada.
Sistem Ekonomi Kerakyatan
        Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
  • berdaulat di bidang politik
  • mandiri di bidang ekonomi
  • berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
  • penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
  • pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
  • pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
            Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
            “Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
            Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
            “Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
            Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
            Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
            Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
            Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
  • Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
  • Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
  • Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
Limahal pokok yang harus segera diperjuangkan agar system ekonomi kerakyatan tidak hanya menjadi wacana saja
  1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
  2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
  3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
  4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
  5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “sejati” dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
B.     Ekonomi Kerakyatan
            Ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang didasarkan pada kekuatan ekonomi rakyatnya. Dalam ekonomi kerakyatan yang menjadi kegiatan ekonomi adalah ekonomi rakyat sendiri
            Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
            Ekonomi kerakyatan tumbuh berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan rakyat untuk mengelola lingkungan dan tanah. Dalam ekonomi kerakyatan tujuan dilakukannya kegiatan ekonomi hanyalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari -hari. Sehingga tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam yang tersedia. Dalam ekonomi kerakyatan tidak terjadi kesenjangan sosial seperti yang terjadi pada negara kawasan Eropa.
            Karena ekonomi kerakyatan dibangun dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya. Bukan untuk mencari keuntungan pribadi semata. Hal ini sesuai dengan asas yang diterapkan dalamsistem ekonomi kerakyatan yaitu asas kekeluargaan dan kedaulatan rakyat yang benar – benar memihak pada ekonomi rakyat. Namun sayangnya ekonomi kerakyatan yang ada diterapkan di Indonesia kebanyakn masih berupa wacana semata.
            Banyak kegiatan ekonomi yang tidak lagi mengedepankan kepentingan rakyat. Melainkan hanya untuk kepentingan pribadi. Hal ini terlihat dari sistem kerja kontrak yang sangat merugikan masayarakat. Banyaknya kegiatan KKN yang dilakukan secara terang – terangan. Tidak hanya itu, sekarang sumber daya alam pun sudah dieksploitasi secara besar – besaran tanpa memperhitungkan kelestarian alam. Sehingga tidak mengherankan kalau sekarang banyak fauna yang terusir dari habitat asli mereka dan terancam punah.
            Dalam pelaksanaannya, ekonomi kerakyatan juga harus benar-benar menukik pada penciptaan kelas pedagang/wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan tangguh. Untuk merealisasikannya, pemerintah seharusnya mengalokasikan anggaran yang lebih besar dan memadai bagi pengembangan usaha kecil dan menengah ini.
            Inilah peran yang harus dimainkan pemerintah dalam megentaskan rakyat dari kemiskinan menghadapi krisis ekonomi. Adanya kemauan politik pemerintah untuk membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan merupakan modal utama bagi bangsa untuk bangkit kembali menata perekonomian bangsa yang sedang terpuruk ini.
            Untuk melakukan tugas ini, pemerintah harus diisi oleh orang-orang yang memiliki komitmen kerakyatan yang kuat. Dengan komitmen ini, mereka akan berjuang mengangkat kembali kehidupan rakyat yang melarat menuju sejahtera.
            Kesalahan dalam memilih orang pada posisi-posisi penting ekonomi akan membawa akibat fatal. Mereka hanya memperpanjang daftar penderitaan rakyat, kalau mereka tidak memiliki simpati yang ditingkatkan menjadi empati terhadap denyut nadi kehidupan rakyat dengan menyederhanakan birokrasi dalam berbagai perizinan, menghapus berbagai pungutan dan retribusi yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, menciptakan rasa aman dan sebagainya yang akan membuahkan suasana kondusif bagi dunia usaha untuk meningkatkan kinerjanya.
            Rakyat sendiri harus dimampukan mengubah mentalnya dari keinginan menjadi pegawai yang mencerminkan mental inlander kepada mental usahawan yang mandiri, untuk ini peningkatan sumberdaya manusia melalui berbagai pendidikan dan pelatihan menjadi penting, karena peningkatan ekonomi rakyat mayarakat adanya mental wiraswasta yang tangguh dan mampu bersaing dalam percaturan bisnis di era pasar bebas.
            Rakyat harus bisa menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja. Makin besar dan berkembang usaha mereka akan makin banyak tenaga kerja tersalurkan. Ini tentu menjadi sumbangan yang tidak kecil bagi penciptaan lapangan kerja baru dan pengurangan jumlah pengangguran.

Sumber :


BAB 3
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Di tengah dominasi sistem ekonomi neoliberal (kapitalisme global), terminologi keadilan, pemerataan, kesejahteraan dan sejenisnya tidak lagi mendapat tempat. Terminologi tersebut lebih berfungsi sebagai slogan politik ketimbang agenda pekerjaan. Yang akrab di telinga sekaligus sebagai agenda kerja ekonomi adalah seputar pertumbuhan, daya saing, effisiensi dan lain-lain.
Koperasi, yang lebih akrab dengan perpaduan terminologi pertumbuhan dengan pemerataan, daya saing dengan solidaritas, dinilai tidak sesuai dengan semangat  ”perdagangan bebas”. Karena itu, banyak yang kemudian berpendapat bahwa koperasi harus bisa mengejar atau bersaing dengan konglomerat. Jelas, ini merupakan kesalahan fatal dalam memandang koperasi, sekaligus merupakan kekalahan ”kubu” ekonomi kerakyatan dalam perang wacana melawan kapitalisme. Koperasi berbeda (berlawanan) dengan konglomerasi, baik bentuk, semangat, jiwa maupun tujuannya. Terlebih lagi, konglomerasi merupakan kapitalisme kroni yang secara substansial menyalahi sendi-sendi dasar kapitalisme itu sendiri.
            Dalam pidatonya tanggal 12 Juli 1951, Bung Harra mengatakan bahwa koperasi adalah wadah aparat produksi satu-satunya sebagai jawaban positif atas penolakan kita terhadap kapitalisme / liberalisme dan penolakan kita terhadap Marxisme/Komunisme. Bagi Bung Hatta, koperasi adalah program penerapan sistem ekonomi jangka panjang, sehingga waktu itu (sekitar tahun 1950-an) keberadaan kapitalisme masih diperbolehkan, sembari memperkokoh sendi-sendi koperasi. Untuk jangka panjang, Bung Hatta berharap hanya sistem ekonomi koperasi yang berlaku di Indonesia dan tidak ada lagi sistem kapitalisme di negeri ini.
            Namun, apa yang terjadi setelah 58 tahun Indonesia merdeka ? Sistem Kapitalisme yang diberlakukan, koperasi (sebagai soko guru/sisterm ekonomi) justru ditinggalkan. Kapitalisme mendapat dukungan bukan hanya dalam bentuk intervensi asing, tapi juga berbentuk produk kebijakan politik ekonomi dalam negeri yang memanjakannya. Sebaliknya, koperasi justru dimarginalkan sebatas institusi untuk sekedar ada. Institusionalisasi koperasi tentu berbeda dengan bangunan ekonomi sebagai suatu sistem. Lembaga-lembaga koperasi merupakan bagian ekonomi rakyat, sedang koperasi sebagai bangunan ekonomi tidak lain adalah ekonomi kerakyatan sebagai sistem / bangunan ekonomi.
            Dalam kekhawatirannya perihal akan tergusurnya koperasi oleh kapitalisme, Bung Hatta juga pernah menyatakan : ”Kolonialisme secara pemerintah jajahan sudah lenyap, sudah kita runtuhkan. Tetapi kapitalisme kolonial sebagai suatu kekuasaan organisasi ekonomi masih kuat duduknya. Kekuasaannya itu hanya dapat dipatahkan dengan membangun perekonomian rakyat di atas dasar koperasi”.
            Agenda kita ke depan bukan hanya memperkuat bangunan (sistem) ekonomi dalam bentuk koperasi (ekonomi kerakyatan), tapi pada saat yang sama juga harus membatasi keserakahan kapitalisme di Indonesia. Untuk agenda yang pertama (membangun ekonomi kerakyatan), kita sudah melaksanakannya dalam bentuk slogan, meski belum pada substansi. Untuk agenda yang ke dua (membatasi keserakahan kapitalisme), baik slogan maupun substansi belum kita mulai.

DAFTAR PUSTAKA











Kegiatan sehari-hari saya, bangun pagi pukul 05.00 kemudian saya solat subuh. Setelah solat subuh saya membersihkan rumah, dan menyapu lantai. Setelah membersihkan rumah, saya mandi lalu sarapan dan langsung berangkat kuliah. Setelah sampai di kampus, saya nongkrong di lapten kemang. Ini ceritaku apa ceritamu....?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar